BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 27 Maret 2010

PISAU

PISAU

Pisau dan golok tebas merupakan alat bantu untuk keperluan menusuk, menyayat, memotong, melempar dan yang terpenting sebagai alat bantu untuk membuat api (memotong ranting, memotong kayu tipis-tipis, dll). Ada banyak pisau yang dibuat khusus untuk keperluan tertentu walaupun tetap dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Pisau adalah sahabat yang sangat baik dan berguna bagi pengembaraan. Karena itu pisau yang dibawa harus benar-benar cocok ukurannya, dapat dipercaya dan sesuai dengan keperluan kita.
Sekarang ini banyak dijual berbagai macam pisau, kita harus benar-benar memperhatikan kualitasnya, sebab harga mahal belum menjamin barang tersebut baik. Pilihlah jenis pisau dari merk-merk yang sudah terkenal baik pembuatannya (biasanya buatan Swiss atau Amerika).
Untuk jenis perjalanan rimba (gunung hutan) sebaiknya gunakan jenis pisau Bowie (hunter maupun survival), karena jenis pisau ini bisa dipakai dalam berbagai keadaan, kemudian tambahkan dengan golok tebas dan pisau Multi Blade, maka perjalanan kita menjadi perjalanan yang akan memberikan ketenangan.

Secara umum pisau terdiri dari :
- Pisau saku (pisau serba guna)
- Pisau pinggang
- Golok tebas

Macam-macam pisau :
1. Pisau Bowie
Pada dasarnya termasuk jenis fighting knife, sangat efektif untuk menusuk dan memotong, tapi cukup memadai untuk menetak dan melempar. Kalau timbangan dan ukurannya cocok, maka pisau ini akan menjadi teman yang setia, karena terbuat dari bahan yang baik. Desain pisau ini berasal dari James Bowie yang legendaries. Desain ini juga merupakan desain dasar tipe hunter.

2. Pisau Komando
Diciptakan oleh Sykes & Fairbirns (kolonel) yang dibuat untuk pasukan Komando Inggris. Pertama kali dipakai dalam Perang Dunia II dan Perang Shanghai. Pisau ini khas penusuk, walaupun sangat baik untuk pisau lempar. Pisau ini kurang cocok apabila dipakai menetak atau menyayat, karena banyak membuang tenaga.

3. Pisau Skinner (pengulit)
Pisau ini khusus untuk menguliti binatang buruan, karena biasanya tipis dan sangat tajam. Sudut mata pisaunya sangat kecil. Bagian ujung pisau agak melengkung, ukurannya bermacam-macam tergantung keperluan.

4. Pisau Lempar
Pisau ini didesain khusus untuk melempar.

5. Pisau Serbaguna, umumnya berbentuk pisau lipat, berisi berbagai macam kebutuhan, seperti pisau kecil, gunting, tusuk gigi, pembuka botol, dll. Yang banyak dipakai biasanya adalah pisau buatan Victorinox, Swiss.

Banyak sekali jenis pisau yang aneh-aneh dan mempunyai kegunaan yang sangat khusus, namun yang perlu kita perhatikan adalah pisau harus terbuat dari bahan yang dapat dipercaya, tajam dan tidak mudah patah. Desain dan ukurannya harus sesuai, artinya enak di pegang dan enak di pakai. Sarungnya aman dan enak jatuhnya.

from:
(EIGER Adventure Training & Education)

Sabtu, 20 Maret 2010

MOUNTAINEERING

I. PENDAHULUAN
Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu
kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu (yang
menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam dan semacamnya).
Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum. Namun demikian
bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan
aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki
dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang
harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan
pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan, cara-cara yang baik, untuk mendaki
gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering.
Mendaki gunung dalam pengertian Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan,
yaitu :
1. Berjalan (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan
yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang
hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol
adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
2. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia
tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan banyak
metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam secara
khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki yang berhenti,
tangan hanya memberi pertolongan.
3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah
cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik
pendakian tebing gunung salju.
Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup :
Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan, teknikteknik
Rock Climbing dan lain-lain.
II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG
1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus
menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas
serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan
dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung
tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah
mendaki gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan
kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui
peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu
daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan
semua yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan
mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung
keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ
tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan
perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru
itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan
masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.
III. BAHAYA DI GUNUNG
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya
suatu pendakian.
1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak
dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan
yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan
mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek
pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini
dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor
intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk
pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasanketerbatasan
pada diri kita sendiri.
IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN
Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam
dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :
1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
• Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus :
Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian,
persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan
dengan pendakian.
• Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan
berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan
ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari
kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara
pencegahan/pemecahannya.
2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa
guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung
tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian.
Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu :
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan
(penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp
pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan
(disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan
sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di
puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang
tertinggal.
3. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena
dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini
menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala
konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun
jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila
dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin
bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga
semakin berkurang.
Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita,
itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi tubuh
di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang
pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.
1. Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia
memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh
terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat
membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan
terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh internal
(mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu
banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan
tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
2. Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk
menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh
biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi
haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi
Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu
untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan
aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga
merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.
3. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yang
ditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan
neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang
enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit
gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok
pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan
membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
• Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
• Sukar atau tidak dapat tidur
• Kehilangan control emosi atau lekas marah
• Bernafas agak berat/susah
• Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap
semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
• Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi
maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah
kekosongan perut.
• Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai
puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini
ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana
sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli
lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan.
Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan
kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul
rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada
koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata
dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang sama sekali.
4. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang
maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan
kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi.
Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran
peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki
jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin
darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal
tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke selsel
yang membutuhkan lebih terjamin.
Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan
sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan
(endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri
(mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan
denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah
lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya
apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang
tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga
daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan
beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap harinya.
VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER
1. Orientasi Medan
A. Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta
• Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta.
Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik
diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi
kita pada peta.
• Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai
:
1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka
perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau
sungai adalah kedudukan kita.
2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik
identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada
altimeter adalah kedudukan kita.
3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung,
kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis
dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang
telah kita daki.
B. Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai
dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
C. Peta dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui
atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam
praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang
sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi.
Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu
dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal
perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada
baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal,
mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali
ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap
lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alatalat
seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan
perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
2. Membaca Keadaan Alam
A. Keadaan udara
• Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang
tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu
Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
• Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila
tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka
diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
• Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau
hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok
seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
B. Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam
menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
- Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
- Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
- Sandi dari rumput/semak yang diikat
Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu
kembali ke tempat semula atau pulang.
3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau
mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan
setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter
tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan
rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak.
Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum
berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin
diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini
dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik.
Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.
MANAJEMEN PERJALANAN & PERALATAN
Perencanan perjalanan
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari informasi. Untuk mendapatkan datadata
kita dapat memperoleh dari literatur- literatur yang berupa buku-buku atau
artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-orang yang pernah melakukan
pendakian pada objek yang akan kita tuju. Tidak salah juga bila meminta informasi
dari penduduk setempat atau siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi
yang akan kita daki.
Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara
detail dan rinci, yang berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama
kegiatan berlangsung, perlengkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu
dibawa, perkiraan biaya perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta
prosedur pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara
teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan sampai
dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki yang lain
(satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus istirahat, dan
sebagainya.
Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan :
Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam ■ menghadapi medan.
■ Mempelajari medan yang akan ditempuh.
■ Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin.
■ Pikirkan waktu yang digunakan dalam pendakian.
■ Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa.
Perlengkapan dasar perjalanan
■ Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang, baju, topi, jas
hujan, dll.
■ Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll.
■ Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan, korek dll.
■ Perlengkapan pribadi : jarum , benang, obat pribadi, sikat, toilet paper /
tissu, dll.
■ Ransel / carrier.
Perlengkapan pembantu
■ Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
Peta, busur derajat, douglass protector, pengaris, ■ pensil dll.
■ Alat komunikasi (Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada]
■ Jam tangan.
Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel.
• Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya.
• Masukkan dalam kantong plastik.
• Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (mis :
Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam.
• Barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin
dengan tubuh dan mudah diambil.
• Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin dengan
badan / punggung.
• Buat Checklist barang barang tersebut

Rabu, 10 Maret 2010

Sungai di bawah laut mexico



VIVAnews - Fenomena 'sungai' di dalam laut Mexico dikhawatirkan bisa membahayakan biota laut. Meski masih dalam penelitian, gas hidrogen sulfida (H2S) di 'sungai jadi-jadian' itu tidak membahayakan manusia.

"H2S itu bersifat asam, apabila bercampur dengan air laut atau garam yang terkandung dalam air laut, maka gas itu bisa berbahaya bagi biota laut, namun tidak berbahya bagi manusia," kata Menristek Suharna Surapranata kepada VIVAnews.

Hal itu disampaikan Suharna Surapranata dalam pembukaan di The 4th GEOSS Asia – Pacific Symposium, Denpasar, Bali, Rabu 10 Maret 2010,

Kendati demikian, Suharna mengakui fenomena alam itu merupakan bagian dari vulkanologi atau studi tentang gunung berapi, lava, magma dan fenomena geologi yang berhubungan.

"Di Indonesia memang belum pernah terjadi, namun sangat mungkin fenomena itu terjadi karena hal itu merupakan fenomena alam, dan sejauh ini penelitian tentang sungai bawah laut belum selesai, dan masih melakukan pemetaan tematik," jelasnya.

Seperti diketahui, 'sungai' bawah laut yang terjadi di perairan perairan Cenote Angelita, Mexico, pada kedalaman 60 meter itu bukanlah sungai sebenarnya.

Warna kecoklatan seperti air sungai itu merupakan lapisan gas hidrogen sulfida. Namun warna kecoklatan itu bukan berasal dari air tawar.

Disebutkan, bagian kecoklatan yang mirip air sungai itu adalah lapisan bagian bawah gas hidrogen sulfide atau H2S. Gas yang biasanya dihasilkan dari saluran pembuangan kotoran.

Suasana dalam laut itu mirip sungai lengkap dengan lapisan seperti air yang berwarna agak kecoklatan. Ada pohon lengkap dengan dedaunan jatuh berguguran.

Rute pendakian gunung klabat


Gunung ini terletak tidak begitu jauh dari kota Manado Sulawesi Utara. Gunung ini sangat mudah dicapai dari kota Manado, hanya butuh waktu 30 menit dengan menggunakan kendaraan jenis mikrolet, kita akan sampai di Airmadidi yang merupakan akses untuk pendakian gunung Klabat. Sangat sulit untuk menemukan air d gunung ini pada musim kemarau. Jadi sebaiknya mengisi perbekalan air yang cukup di Airmadidi sebelum melanjutkan perjalanan anda.

Gapura – Pos 1

Perjalanan dimulai dari gapura Gunung Klabat yang terletak di Airmadidi, melewati jalan desa yang cukup baik kondisinya serta rumah-rumah penduduk yang memang sudah modern, karena terletak di pinggir jalan raya. Perjalanan selanjutnya memasuki perkebunan penduduk yang didominasi oleh tumbuhan kelapa. Setelah itu keadaaan jalan setapaknya mulai menanjak, ada baiknya kita menghemat air karena kita tidak akan menemukan sumber air sampai Pos VI. Vegetasi tumbuhan disini ditumbuhi oleh pohon-pohon besar dan tingi-tinggi, tapi kebanyakan pohon tersebut ditebang untuk keperluan industri, sehingga banyak sekali terjadi kerusakan. dari gapura ke Pos I berjarak sekitar 60 menit dengan berjalan normal. Sampai di Pos I kita hanya akan menjumpai tanda Pos I, karena tidak ada pondok atau shelter. Didaerah ini banyak pohon tumbang yang disebabkan oleh angin yang lumayan kencang, jika beristirahat disini tetaplah hati-hati.

Pos I – Pos II

Jarak antara kedua pos ini cukup jauh, yaitu sekitar 60-90 menit, dengan kemiringan sekitar 30 derajat, kita akan melewati jalan setapak diatara pohon-pohon besar yang masih mendominasi daerah ini. Pos II merupakan sebuah daerah yang cukup luas dan datar. Banyak pendaki yang berkemah disini, dimusim hujan kita bisa menjumpai sumber air disekitar daerah ini.

Pos II – Pos III

Dari Pos II ini kemiringan jalan setapak kira-kira 45 – 50 derajat, tanjakan yang akan memeras keringat. Kadang-kadang kita harus scrambling untuk naik keatas dengan menggunakan akar-akar pohon. Lamanya perjalanan sampai Pos III sekitar 2 – 3 jam. Di Pos III ini kita juga tidak akan menemukan reruntuhan bekas pondok. Ditempat ini juga tidak terdapat sumber air.

Pos III – Pos IV

Keadaan jalan setapaknya tetap dengan kemiringan sekitar 40 derajat, dengan lama perjalanan sekitar 60 -90 menit. Di Pos IV ini juga kita hanya akan menemukan reruntuhan bekas shelter,

Pos IV – Pos V

Kondisi jalannya masih sama, hanaya saja vegetasi tumbuhannya sudah mulai rendah. dan diantara Pos IV dan Pos V ini kita akan menemukan sumber air disebelah kiri jalan setapak, letaknya agak menurun sedikit, tetapi sumber air ini kadang-kadang kering terutama sekali pada musim kemarau. Dari sini ke Pos V hanya berjarak sekitar 50 menit perjalanan. Pos V merupakan daerah yang datar dan agak sedikit terbuka dan ditandai dengan papan bertuliskan “Pos V’ .

Pos V – VI

Jalan setapak yang menanjak dan ditumbuhi vegetasi rendah serta daerah yang sedikit terbuka mewarnai keadaan didaerah ini. Dikanan dan kiri jalan setapak kadang-kandang terdapat jurang, kita harus benar-benar waspada. Saat mendekati daerah Pos V kita akan menemui daerah yang berlumut dan cukup dingin serta kadang-kadang tertutup kabut. Di Pos V ini juga tidak terdapat pondok atau shelter, akan tetapi hanya sebuah daerah yang cukup lapang dan datar, dan cukup dingin suhunya. Daerah ini juga ditumbuhi oleh pohon-pohon pinus yang tumbuh rapat dan berlumut. Daerah ini sering dijadikan basecamp oleh pendaki, disini juga terdapat sebuah telaga kecil yang airnya dapat dipergunakan untuk memasak atau MCK. Tempat ini memang sangat baik untuk bermalam dan bersiap untuk kepuncak keesokan harinya.

Pos VI – Puncak

Perjalanan ke puncak butuh waktu sekitar 15-20 menit. dengan jalan setapak yang ditumbuhi oleh alang-alang yang dalam bahasa Manado disebut “Kusu-kusu”. Perjalanan dari Pos V ini bisa dimulai tergantung dari rencana pendakian anda, jika ingin menikmati Sunrise ada baiknya memulai pendakian kepuncak sekitar jam 04.00 dini hari. Keadaan puncaknya berupa sebuah daerah yang datar dan angin bertiup cukup kencang. Apabila cuaca cukup baik kita akan bisa menikmati pemandangan kota Manado dengan pinggiran pantainya, keindahan pelabuhan Bitung, Gunung Lokon dan Gunung Mahawu, serta Gunung Tangkoko dan Dua Saudara.

Perijinan:

Perijinan untuk mendaki gunung ini tidak terlalu rumit, kita harus melapor di pos polisi di Airmadidi yang berada dipinggir jalan raya. Semua perbekalan dan perlengkapan akan dicek disini. Bagi pendaki yang berasal dari daerah lain ada baiknya untuk mempersiapkan photo copy KTP dan surat jalan untuk lebih memperjelas data.

Senin, 08 Maret 2010

Air Terjun Kima

05 mei 2009

tim perjalanan:

edgar tatemba
ricky bawotong
glendy langi
ezra silaen
brenda tulangow
wanda lewapadang
mauren turangan

09.00 - bersama aso (sopir) menuju multimart (dalam mobil baru saya)
09.29 - singgah di rumah ambil tas saya
09.49 - tiba di multimart (belakang)
09.54 - ezra dan glen tiba
09.58 - ricky tiba
10.11 - mauren bergabung
12.43 - brenda dan wanda datang (brenda ada kedukaan makanya terlambat)
12.45 - berangkat menuju kima kami lewat dari jalan sumompo
12.53 - mampir di kampung islam tuminting beli bekal, kecuali mauren bawa bekal dari rumah
01.08 - langsung lajut perjalanan menuju kima bajo
02.10 - tiba di desa kima
02.15 - salah jalan. mampir bertanya kpd org desa
02.45 - turun dari mobil dan perjalannan dilanjutkan dengan berjalan kaki, mobil tidak masuk karena jalan rusak jarak yang kami tempuh -+ 1200m
03.15 - tiba di air terjun kima, yang ada di situ hanya kami. dan yang mandi hanya laki-laki perempuan tidak kerena tidak ada tempat ganti
03.45 - ezra luka akibat loncat dari air terjun
03.47 - makan siang
03.50 ada lima orang penduduk yang datang. satu orang membawa parang, lima orang itu terdiri dari satu wanita dan empat orang pria
03.55 - selesai makan
03.57 - terpaksa pulang karena khawatir terjadi apa-apa/ curiga terhadap orang-orang tadi
04.30 - tiba di jalan waktu turun dari mobil sebelumnya
04.15 - aso tiba
04.20 - berangat pulang meninggalkan desa kima
04.30 - rencana berubah menuju mantos
05.30 - tiba di mantos

Dokumentasi